Oleh : Clara Diah Wulandari )*
Langkah pemerintah membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen membawa angin segar bagi masyarakat. Dengan keputusan ini, PPN tetap berada di angka 11 persen, kecuali untuk barang-barang yang masuk dalam kategori Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM). Kebijakan ini tidak hanya memberikan kepastian ekonomi, tetapi juga menjadi sinyal bahwa pemerintah berkomitmen menjaga daya beli masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
Di saat banyak negara bergulat dengan inflasi tinggi dan ancaman resesi, Indonesia memilih untuk melindungi rakyatnya melalui serangkaian stimulus ekonomi yang diharapkan mampu mendorong pemulihan. Keputusan ini menegaskan bahwa pemerintah memahami urgensi memberikan ruang bagi masyarakat untuk bernapas di tengah tekanan ekonomi yang kian berat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa meskipun kenaikan PPN dibatalkan, pemerintah tetap melanjutkan berbagai paket stimulus yang telah dirancang untuk mendukung pemulihan ekonomi. Dalam salah satu kesempatan, ia menegaskan bahwa stimulus ini ditujukan untuk meringankan beban masyarakat sekaligus memastikan stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga.
Beberapa program bantuan yang direncanakan meliputi distribusi 10 kilogram beras kepada 16 juta keluarga penerima manfaat pada periode Januari hingga Februari 2025. Selain itu, pelanggan listrik dengan daya 2.200 VA atau lebih rendah akan menikmati potongan tagihan sebesar 50 persen untuk periode yang sama.
Lebih dari itu, kebijakan fiskal pemerintah juga menyasar sektor usaha kecil dan menengah (UMKM). Kebijakan berupa perpanjangan PPh Final sebesar 0,5 persen bagi pelaku UMKM dan pembebasan pajak bagi usaha dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun menjadi angin segar bagi sektor ini. Upaya ini diyakini dapat memperkuat fondasi ekonomi mikro yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Tidak hanya itu, insentif tambahan berupa keringanan PPh pasal 21 untuk pekerja dengan pendapatan hingga Rp 10 juta per bulan, subsidi bunga sebesar 5 persen untuk revitalisasi mesin pada sektor padat karya, dan bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama enam bulan ke depan menunjukkan bahwa kebijakan ini memiliki dimensi yang menyeluruh. Langkah ini dipadukan dengan kemudahan akses ke program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), insentif pembelian kendaraan listrik, serta rumah, menciptakan sinergi antara kebijakan sosial dan ekonomi.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa langkah ini adalah bagian dari strategi besar pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Meski demikian, kritik tetap muncul. Beberapa pengamat ekonomi menilai bahwa stimulus-stimulus yang bersifat temporer ini hanya memberikan dampak jangka pendek. Keputusan untuk mempertahankan PPN di angka 11 persen diambil setelah mempertimbangkan dampak potensial dari kenaikan pajak terhadap daya beli masyarakat.
Wakil Ketua Umum DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya Pemerintah dalam mempertahankan paket stimulus ekonomi sebagai upaya melindungi masyarakat. Kebijakan pemerintah yang hanya mengenakan PPN 12% bagi barang mewah serta melanjutkan paket stimulus ekonomi adalah pilihan yang bijak dan jauh dari politik pencitraan.
Tentu saja, keputusan untuk tidak menaikkan PPN tetap menjadi angin segar bagi masyarakat luas dan pelaku usaha. Tidak adanya kenaikan pajak memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk mengatur pengeluaran mereka tanpa tambahan beban.
Hal ini, pada gilirannya, menciptakan ruang bagi dunia usaha untuk merancang strategi bisnis yang lebih adaptif terhadap tantangan ekonomi global. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, pemerintah diharapkan terus melakukan evaluasi agar kebijakan yang ada tetap relevan dan efektif sesuai dengan kondisi ekonomi yang terus berubah.
Keputusan pemerintah untuk membatalkan kenaikan PPN menjadi langkah strategis yang mencerminkan komitmen dalam menjaga kesejahteraan masyarakat. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, kebijakan ini memberikan ruang bernapas bagi masyarakat dan pelaku usaha, sembari memastikan daya beli tetap terjaga. Dengan tetap mempertahankan PPN di angka 11 persen dan melanjutkan berbagai program stimulus, pemerintah menunjukkan bahwa mereka tidak hanya fokus pada stabilitas ekonomi, tetapi juga pada aspek inklusivitas dan keberlanjutan kebijakan.
Langkah ini juga menjadi bukti nyata bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat. Di saat banyak pihak khawatir dengan dampak kenaikan pajak terhadap beban hidup sehari-hari, keputusan ini hadir sebagai solusi yang diharapkan dapat membawa dampak positif secara luas. Namun, kebijakan ini tidak boleh hanya berhenti pada level sementara. Evaluasi terus-menerus dan inovasi kebijakan jangka panjang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ekonomi yang semakin dinamis.
Pada akhirnya, kebijakan fiskal yang inklusif seperti ini harus diiringi dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, sektor usaha, dan masyarakat. Dengan begitu, tujuan bersama untuk menciptakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat tercapai. Keputusan ini mungkin bukan jawaban atas semua persoalan ekonomi, tetapi menjadi langkah awal yang penting menuju masa depan yang lebih cerah dan sejahtera.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara