Oleh : Naufal Putra Bratajaya )*
Masyarakat harus mampu mewaspadai penyebaran berita bohong atau hoaks, kemudian merebaknya isu yang berkaitan dengan hal sensitif seperti Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), adanya praktik politik uang hingga ujaran kebencian (hate speech) dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024.
Pilkada Serentak 2024 menghadirkan berbagai tantangan yang berpotensi merusak jalannya pesta demokrasi tingkat daerah. Penyebaran hoaks, isu SARA, politik uang, dan ujaran kebencian menjadi isu-isu krusial yang dapat mencederai integritas Pemilihan Kepala Daerah.
Dalam menghadapi dinamika politik lokal, peran serta semua pihak sangat diperlukan untuk menjaga agar demokrasi tetap berjalan dengan jujur dan adil. Sejak awal, berbagai lembaga dan tokoh sudah menyoroti bahaya dari masalah-masalah ini dan mendorong masyarakat untuk waspada serta aktif mencegah penyebaran konten negatif yang dapat memperkeruh suasana.
Kanit Binmas Polsek Dumai Kota, Ipda Agust R Simanjuntak, menegaskan bahwa penyebaran berita bohong (hoaks), politik uang, dan ujaran kebencian harus diwaspadai dalam Pilkada Serentak 2024.
Agust mengingatkan semua pihak agar tetap berpegang pada prinsip demokrasi yang sehat dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak jelas sumbernya. Ipda Agust menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menyaring informasi yang beredar, khususnya di media sosial.
Hoaks yang berpotensi memecah belah masyarakat harus dicegah dan diabaikan. Dengan bijak bersosial media, masyarakat mampu berperan aktif dalam menjaga stabilitas sosial selama Pilkada berlangsung.
Selain itu, Polsek Dumai Kota melalui program Nusantara Cooling System juga mengajak masyarakat untuk menolak segala bentuk politik uang, yang dinilai tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai nilai-nilai demokrasi.
Dengan adanya praktik tersebut, hak pilih masyarakat dapat diperjualbelikan, yang pada akhirnya merusak integritas dari ajang kontestasi politik lokal setiap lima tahunan tersebut. Oleh sebab itu, edukasi kepada masyarakat terus dilakukan agar masyarakat menyadari bahaya dari praktik politik uang yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Anggota Komisi I DPR RI, Taufiq R Abdullah, menyatakan bahwa era digital saat ini telah membuat semua lapisan masyarakat banjir informasi. Dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah, literasi digital menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan.
Namun, banjir informasi tersebut juga menghadirkan tantangan baru bagi demokrasi. Taufiq menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang sering kali tidak mampu menyaring informasi yang mereka terima.
Hal tersebut terutama karena sebagian besar informasi yang didapat diserap melalui jalan pintas, tanpa adanya klarifikasi atau cek fakta yang memadai. Hal ini semakin diperparah oleh maraknya hoaks yang beredar secara daring.
Taufiq menyampaikan banyak orang terjebak mempercayai informasi yang salah hanya karena sumbernya berasal dari orang yang mereka anggap baik atau terpercaya. Fenomena ini menjadi semakin berbahaya ketika masyarakat tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mendeteksi mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan.
Tantangan tersebut menuntut adanya peningkatan literasi digital di masyarakat agar mereka lebih kritis dalam menghadapi informasi yang beredar di dunia maya.
Dengan demikian, masyarakat dapat terhindar dari jebakan konten hoaks yang berpotensi memicu konflik selama Pilkada berlangsung.
Seorang praktisi literasi digital, R Wijaya Kusumawardhana, menekankan bahwa politisasi SARA dapat merusak harmoni masyarakat. Selain hoaks, politisasi isu SARA juga menjadi tantangan serius yang mengancam kelancaran Pilkada Serentak 2024.
Fanatisme berlebihan dan pragmatisme politik sering kali digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengadu domba masyarakat berdasarkan perbedaan suku, agama, ras, dan golongan. Hal ini harus dihindari, karena dapat menimbulkan konflik horizontal yang akan merugikan semua pihak.
Wijaya juga menyoroti praktik politik uang yang masih marak terjadi dalam pesta demokrasi tingkat daerah. Ia menjelaskan bahwa transaksi jual beli suara tidak hanya mencederai integritas Pilkada, tetapi juga merusak legitimasi calon terpilih.
Dengan adanya politik uang, pemilih tidak lagi memilih berdasarkan visi-misi atau kemampuan kandidat, melainkan berdasarkan keuntungan finansial sesaat. Kondisi ini akan memunculkan pemimpin yang tidak memiliki kapasitas yang sebenarnya untuk memimpin, karena terpilih bukan atas dasar kepercayaan publik yang murni. Oleh sebab itu, masyarakat harus berani menolak politik uang dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi yang bersih.
Ujaran kebencian yang disebarkan melalui berbagai platform media sosial juga menjadi ancaman bagi terciptanya Pemilihan Kepala Daerah yang damai. Banyak pihak menggunakan narasi kebencian untuk menyerang lawan politik atau menyebarkan rasa tidak suka terhadap kelompok tertentu.
Hal tersebut berpotensi memecah belah masyarakat dan menimbulkan gesekan yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara harus dijunjung tinggi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Wijaya menambahkan bahwa nilai-nilai luhur bangsa harus menjadi panduan utama dalam berpolitik, sehingga ujaran kebencian dan konten negatif dapat dicegah secara efektif.
Sejauh ini, aparat keamanan dan berbagai pihak sudah mengambil langkah nyata untuk meminimalisir dampak negatif dari penyebaran hoaks, isu SARA, politik uang, dan ujaran kebencian dalam Pilkada Serentak 2024.
Kegiatan patroli keamanan, sosialisasi kepada masyarakat, serta peningkatan literasi digital diharapkan mampu membantu menciptakan suasana yang kondusif selama proses Pemilihan Kepala Daerah berlangsung. Semua pihak harus terus berperan aktif untuk menjaga demokrasi tetap sehat dan bermartabat.
Dengan menghindari penyebaran berita bohong, menolak politik uang, serta tidak terjebak dalam narasi kebencian atau politisasi isu SARA, Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan damai dan adil. Masyarakat yang cerdas dan bijak dalam menyikapi informasi memiliki peranan penting dalam menciptakan demokrasi yang berkualitas.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Inti Media