Oleh : Lukman Keenan Adar )*
Nilai tambah di industri manufaktur pada perekonomian Republik Indonesia (RI) secara nasional terus mengalami kenaikan secara global dan bahkan bisa mengungguli jauh negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Kembali lagi, bangsa Indonesia mencatatkan sesuatu yang sangat membanggakan bahkan di kancah dunia. Kali ini, nilai tambah manufaktur pada perekonomian nasional berhasil terus mengalami peningkatan.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan peningkatan dalam nilai tambah manufaktur pada perekonomian nasional secara global itu mampu mengungguli jauh para negara anggota ASEAN lainnya.
Sektor industri manufaktur di Tanah Air mampu terus berhasil tumbuh dengan positif. Hal tersebut terjadi karena berdasarkan hasil pada beberapa data dan indikator yang telah berbagai lembaga rilis.
Adanya performa gemilang tersebut menunjukkan bagaimana konsistensi dari sektor industri manufaktur yang dapat memberikan kontribusi secara signifikan bagi perekonomian nasional bahkan hingga berkancah global.
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa terdapat data yang cukup menggembirakan dari Bank Dunia (World Bank). Data tersebut menunjukkan pada tahun 2023 lalu, Indonesia berhasil masuk ke posisi 12 sebagai Top Manufacturing Countries by Value Added di dunia.
Keberhasilan peningkatan peringkat Indonesia di kancah global tersebut bertandakan dengan nilai Manufacturing Value Added (MVA) hingga sebesar 255 miliar US Dollar. Bahkan, posisi sebagai top 12 dunia itu bisa menjadikan bangsa ini unggul jauh dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam dengan nilai MVA hanya setengah dari Indonesia.
Pada tingkat global, MVA milik Thailand berada pada posisi ke-22 dengan nilai 128 miliar dolar Amerika Serikat (AS), sedangkan untuk Vietnam berada pada posisi ke-24 dengan nilai 102 miliar US Dollar.
Bukan hanya itu, namun terdapat pula data yang membanggakan lainnya, yakni nilai MVA Indonesia pada tahun 2023 itu meningkat hingga 36,4 persen atau senilai 68 miliar dolar AS dari sebelumnya pada tahun 2022 senilai 187 miliar US Dollar.
Dengan adanya peningkatan pada nilai MVA secara cukup besar itu, langsung menaikkan peringkat Indonesia di kancah dunia, yakni dari sebelumnya pada tahun 2022 di peringkat ke-14, lalu pada 2023 langsung naik menjadi peringkat ke-12.
Capaian bagus bangsa ini juga tidak bisa lepas dari struktur manufaktur yang telah Tanah Air miliki sudah jauh lebih merata sehingga memiliki nilai tambah (Value Added) yang besar berbanding dengan negara kompetitor lainnya di ASEAN bahkan dunia.
Untuk bisa terus mempertahankan dan bahkan semakin meningkatkan prestasi tersebut, kuncinya yakni industri manufaktur harus terus menerus berupaya untuk memperkuat daya saingnya.
Terlebih, apabila dalam kacamata dunia, maka menjadi sangat penting bagi sebuah negara untuk mampu menciptakan nilai (value creation). Karena dengan demikian, maka hanya negara yang mampu melakukan value creation itu bisa menang dalam persaingan manufaktur global termasuk persaingan ekonomi dunia.
Oleh karenanya, Indonesia harus bisa cepat mengeksplorasi seluruh peluang yang ada, salah satunya yakni dengan memperkuat peran dan menggali potensi pengembangan jasa industri bagi sektor manufaktur di Tanah Air.
Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, jasa industri sendiri merupakan salah satu sektor pendukung dalam membangun industri nasional.
Selama ini, jasa industri jelas berperan dengan strategis sebagai enabler bagi pengembangan industri secara efektif, efisien, integrator dan komprehensid serta mampu menunjang kegiatan pada sektor industri pengolahan serta sektor lainnya untuk memberikan kontribusi trhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
Wakil Ketua Komite Tetap (Wakomtap) Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kadin Indonesia, Ikhwan Primanda menilai bahwa adanya upaya tersebut merupakan wujud nyata dalam membangkitkan pemberdayaan industri dalam negeri dengan menciptakan demand dari pengadaan barang atau jasa dan mewadahi startup industri manufaktur untuk scale-up agar lebih tumbuh.
Sementara itu, upaya pemerintah dalam memperhatikan sektor manufaktur jelas tidak main-main, mayoritas pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang pemerintah gencarkan selama periode 2009 hingga 2023 memang untuk industri manufaktur. Sebagai informasi, keberadaan kawasan tersebut yakni sebuah area yang memang dikembangkan untuk berbagai kegiatan dengan nilai ekonomi tinggi dan berdaya saing secara internasional.
Area yang pemerintah tetapkan sebagai KEK memiliki berbagai macam fasilitas yang memudahkan para investor dan pelaku usaha, baik itu berupa fasilitas fiskal seperti pembebasan pajak tertentu maupun fasilitas non-fiskal seperti kemudahan perizinan usaha, imigrasi dan sebagainya.
Pada tahun 2023 saja, terdapat sebanyak 10 KEK yang pemerintah khususnya untuk industri manufaktur atau pengolahan. Beberapa contohnya seperti industri pengolahan logam dan mineral, elektronik, kimia, energi, tekstil, otomotif, makanan, minuman, kelapa sawit dan sebagainya.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK, Rizal Edwin mengatakan bahwa pada tahun 2024 ini, pemerintah tengah menyiapkan pembentukan 4 KEK baru dengan total nilai investasi hingga Rp 161 triliun.
Oleh karenanya, dengan seluruh upaya tersebut, maka menjadi tidak heran mengapa nilai tambah manufaktur pada perekonomian Republik Indonesia (RI) bisa terus mengalami kenaikan secara global, dan bahkan mampu mengungguli jauh para negara anggota ASEAN lainnya.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute